Aan Dapat Melakukan Kegiatan di Koni Sampai 6 Bulan

Ketua cabang Persatuan Tenis Lapangan Indonesia Kota Bandung, Bob Gunawan, (pegang mike) yang juga salah seorang penasehat KONI Kota Bandung, didampingi pengurus KONI lainnya menyampaikan pengarahan pada acara silaturahmi dengan pengurus cabor lainnya di Grand Serella Jln R.E Martadinata, Bandung, Selasa (16/4/19).Foto Didin. Sjafruddin

InBewara, Bandung – Rencana penetapan Ketua Umum KONI Kota Bandung periode 2019-2023 secara aklamasi bermuara dari amanat Wali Kota Bandung Oded M. Danial. Namun, Oded menyerahkan penentuan satu nama untuk diusung pada musyarah olah raga tingkat kota (musorkot) KONI Kota Bandung itu melalui mekanisme organisasi  KONI Kota Bandung pimpinan Aan Johana saat ini.

“Kami sudah mengklarifikasi kepada Pak Aan langsung soal pertemuan dengan Pak Wali Kota dan Pak Aan menegaskan bahwa ada amanat dari Wali Kota agar Ketua KONI Kota Bandung selanjutnya ditetapkan secara aklamasi, bukan keinginan Pak Aan. Jadi dari dua calon yang ada ini, Pak Wali Kota ingin  satu nama untuk dibawa ke musorkot, tidak ada pemilihan di musorkot”, kata anggota Dewan Kehormatan KONI Kota Bandung Bob Gunawan di Bandung, Rabu (17/4/2019).

Bob menilai, pada akhirnya di musorkot nanti, para pengurus caborlah yang akan menentukan apakah satu nama calon yang diusung KONI Kota Bandung itu diterima untuk ditetapakan secara aklamasi sebagai Ketua KONI Kota Bandung periode 2019-2023. Hanya saja, satu nama yang akan dibawa ke musorkot inilah yang menimbulkan dinamika karena memang ditentukan melalui mekanisme internal organisasi KONI, bukan di musorkot.

“Pak Aan memang tidak berwenang memutuskan ketua umum, itu kewenangan musorkot. Cabor yang menentukan. Tapi kalau di parpol itu kita tahu ada mekanisme konvensi untuk menentukan calon terbaik yang diusung, maka proses itulah yang boleh dibilang sedang dilakukan internal KONI Kota Bandung sekarang. Ada dua kader terbaik yang dikonvensikan, untuk dipilih satu yang diusung ke musorkot. Karena menurut Pak Aan, Wali Kota ingin dua calon ini jangan diadukan di musorkot, pilih satu terbaik untuk dibawa ke musorkot,” kata Aan.

Dia menegaskan, meskipun masa kepengurusan habis pada 6 Maret 2019, sesuai AD ART, pengurus KONI Kota Bandung masih legal dan dapat melakukan kegiatan keorganisasian selama enam bulan setelah masa bakti kepengurusan itu habis.

Dengan demikian, Aan Johana juga masih sah menjabat sebagai Ketua KONI Kota Bandung dan berwenang memimpin berbagai kegiatan keorganisasian, termasuk dalam memimpin mekanisme penentuan satu nama calon untuk dibawa ke musorkot.

“Jadi tidak benar ada anggapan bahwa kegiatan atau kebijakan pengurus KONI Kota Bandung, khususnya Pak Aan dianggap tidak legal karena sudah lewati batas waktu kepengurusan karena ada tenggat waktu enam bulan sejak terhitung habisnya masa kepengurusan 6 Maret lalu. Yang ilegal, bahkan layak diberi sanksi itu kalau berkegiatan atau membuat kebijakan setelah habis masa 6 bulan sejak berakhirnya masa kepengurusan,” kata Bob.

Menurut Bob, sebaiknya tidak perlu terjadi pernyataan atau opini tendensius yang menyudutkan Ketua KONI Aan Johana dalam proses yang sedang dilakukan internal KONI Kota Bandung menuju musorkot. 

“Tidak baik saling menyerang, atau menyalahkan. Duduk bareng saja. Bagi yang ingin mendapat kejelasan, termasuk unsur pemerintah Kota Bandung, undang Ketua Umum KONI Kota Bandung untuk menjelaskan duduk permasalahnnya, apakah memang betul Wali Kota yang menginginkan agar ditentukan satu calon saja untuk musorkot. Jangan karena mendapatkan informasi sepihak, langsung mengeluarkan opini yang menyudutkan,” kata Bob. 

Sementara itu, salah seorang pengurus KONI Kota Bandung dan pengurus Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI) Kota Bandung Yusep Dadang Heryana menilai, Aan memimpin mekanisme penentuan nama untuk dibawa ke musorkot melalui tahapan-tahapan yang mengedepankan musyawarah dan dialog, baik dengan kandidat, pimpinan KONI Kota Bandung, pengurus KONI Kota Bandung, hingga para pengurus cabang olah raga.

“Bahwa dari rangkaian itu kemudian disepakati untuk penentuan satu nama dari dua nama yang ada itu dipercayakan kepada ketua KONI Kota Bandung dengan sejumlah parameter, di antaranya banyaknya dukungan cabor, sesuai aspirasi dari kedua pendukung calon, yakni 50 persen plus 1,” ujar Yusep.

Dia menilai, rangkaian yang dilakukan dalam penentuan nama ini merupakan hak internal KONI Kota Bandung dan belum masuk pada ranah musorkot, tidak ada pengambilalihan tugas panitia musorkot. Menurut Yusep, tidak ada plua pelanggaran AD ART dalam proses ini. Kepengurusan KONI Kota Bandung pimpinan Aan Johana masih sah dan baru dinyatakan demisioner ketika laporan pertanggungjawaban diterima pada musorkot yang rencananya digelar 30 April mendatang.

“Ini belum masuk proses musorkot, masih tahap internal organisasi KONI untuk memunculkan satu nama yang akan diajukan di musorkot sebagai calon ketua. Sifatnya masih calon, diterima atau tidak, tergantung musorkot. Jadi ketika pelaksanaan musorkot itu, tidak boleh ada yang ikut campur,” kata Yusep. (ABK/DIN)*